TENGKU NGAH SYED HASYIM

SULTAN KESEBELAS
SULTAN ASSAIDIS SYARIF HASYIM
ABDUL JALIL SAIFUDDIN
(1889-1908)

            Sayid Hasyim naik tahta pada tanggal 21 Oktober 1889 dengan gelar Sultan Sayid Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin.  Syarif Hasyim dikenal dengan nama Tengku Ngah. Beliau adalah putera Sultan Kasim I dari isterinya yang bernama Tengku Long Jiwa (Tengku Dalam). Sedangkan isteri pertama yang bernama Tengku Ipah binti Tengku Endut mempunyai dua putera yang satu bernama Tengku Muda Sayid Hasan dan Tengku Bagus Sayid Toha.
            Sebagaimana yang telah disebutkan sebelum ini bahwa ketika mangkat Sultan Syarif Kasim I terjadi beberapa peristiwa sewaktu akan memandikan dan pemakaman terakhir dimana putera sultan dari ibunya bernama Tengku Ipah yaitu Tengku Muda Sayid Hasan dan Tengku Bagus Sayid Toha ditahan oleh Controleer Belanda dan mereka tidak dibolehkan melihat upacara pemakaman tersebut karena difitnah oleh Tengku Ngah. Fitnah yang disampaikan kepada Belanda adalah bahwa Tengku Muda dan Tengku Bagus akan mengamuk dalam upacara itu, maka itulah sebabnya kedua anak raja ini ditahan oleh Controleer Belanda. Inilah duka sepanjang masa kisah mangkatnya dan pengangkatan sultan pengganti dari Sultan Kasim I.44
            Setelah Sultan Syarif Hasyim memerintah di kerajaan Siak beliau membuat kegiatan-kegiatan untuk membangun negeri Siak dengan jalan meningkatkan perekonomian kerajaan dan perokonomian rakyat dengan cara bersatu padu meningkatkan usaha perdagangan. Untuk mempertegas bidang perekonomian ini sultan buka hubungan Siak dengan Teratak Buluh dan Kampar.
_________________________________
                44 Catatan Tengku Bagus, 1889. Inilah Cetera Mulanya Gaduh di Dalam Bagan Api-api
            Pada tanggal 25 Oktober 1889 sultan mengadakan penyederhanaan struktur pemerintahan dengan menghilangkan jabatan wakil raja. Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1891 terbit surat kontrak baru tentang batas kerajaan Siak dengan pemerintahan Hindia Belanda. Tambahan wilayah kerajaan Siak antara lain .
           1.   Wilayah Teratak Buluh dimasukkan dalam kerajaan Siak
2. Wilayah Tapung Kanan, Tapung Kiri, Tanah Putih, Bangko dan Kubu dimasukkan dalam wilayah kerajaan Siak.
3.  Nama-nama pulau yang termasuk wilayah Siak, seperti Pulau Rupat, Pulau Padang, Pulau Tebing Tinggi, Pulau Merbau, Pulau Rangsang, Pulau Tanjung Batu dan Karimun, tidak termasuk pulau Bengkalis karena sudah diserahkan dan diduduki Oleh Belanda sejak terjadinya perang dengan Inggris (Wilson) dengan Sultan Ismail yang dibantu oleh Belanda.
            Sultan Syarif Hasyim dalam melaksanakan pemerintahan Kerajaan Siak beliau sangat gigih terutama dalam melakukan kontak dagang antara negeri Siak dengan Bagan Siapi-api, negeri Siak dengan Pekanbaru dan terus hingga ke Singapura sampai ke Melaka. Semua barang dagangan serta para penumpang yang akan berlayar harus menaiki kapal kerajaan yang dijadikan kapal tambang, bagi orang-orang yang mau datang ke negeri Siak. Adapun kapal-kapal tersebut bernama kapal “ Nur Hasyim” kapal “Sri Pekan” dan kapal “Sri Guntung”. Kapal Nur Hasyim membawa barang dagangan dan penumpang ke Bengkalis, Selat Panjang dan Singapura. Kapal Sri Pekan membawa dagangan dan penumpang ke Pekanbaru, sedangkan kapal Sri Guntung membawa barang dagangan dan penumpang ke Bagan Siapi-api. Disamping itu sultan juga mencater kapal Cina, Singapura yang bernama Teng Seng Guan untuk menambah armada lautnya dari Singapura ke Siak Sri Indrapura dan terus ke Pekanbaru. Petugas khusus yang bertugas mengatur barang dagangan dan penumpang adalah ipar Sultan yang bernama Muhammad Syeh yang digelar Datuk Maha Raja Dewa. Kapal-kapal lain yang masuk ke Siak tidak dibenarkan membawa penumpang tanpa seizing Datuk Maharaja Dewa.
            Cina-cina yang ada di Bagan Siapi-api membuat surat pengaduan ke Residen di Medan tentang kontrak-kontrak yang tidak diberikan kepada suku cina karena beliau lebih mementingkan pihak bumi putera. Menyikapi hal tersebut residen mengabarkan kepada Sultan Hasyim bahwa dia akan datang ke Siak. Dalam hal ini Sultan Hasyim akan menyediakan sambutan kepada residen secara adat kerajaan, tetapi residen menolak, saya datang tidak resmi hanya seperti orang biasa saja.
            Setelah Residen sampai di Siak, Sultan menyambut secara sederhana saja karena dalam adat melayu setiap tamu datang harus dihormati. Di dalam pertemuan tersebut, Residen menasehati Sultan Syarif Hasyim yang berbunyi sebagai berikut: “ Tengku, saya kasih peringatan, jika Tengku hendak jadi Raja, jangan jadi saudagar, jika hendak jadi saudagar jangan jadi Raja.”45 Setelah selesai pertemuan itu Tuan Residen pun pulang ke Medan. Tuan Residen tidak berani berbuat apa-apa dengan Sultan  Helma” ibunda “Ratu Wihelmina” Ratu kerajaan Belanda di Eropa.
            Pada tahun 1898 Sultan Syarif Hasyim mengadakan lawatan ke Eropa untuk memenuhi undangan Ratu Helma dalam rangka penobatan puterinya Ratu Wihelmina di negeri Belanda. Sultan Syarif Hasyim dinaikkan ke atas sebuah kereta kencana yang dikawal oleh pasukan berkuda tentara kerajaan Belanda. Kemudian sebagai tanda kehormatan dari pihak kerajaan Belanda, Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin diberi anugrah bintang kehormatan “Ridder in Orde Van Nederlandse”46
            Pengalaman perjalanannya memenuhi undangan Ratu Helma dari belanda ini memberi dorongan yang kuat akan membangun negeri Siak. Setelah selesai mengikuti penobatan Ratu Wihelmina Sultan mendapat hadiah sebuah patung potret dirinya yang dibuat dari bahan batu pualam. Hadiah dari Ratu Helma sebuah patung tembaga potret dirinya. Sultan Syarif Hasyim agak lama berada di Belanda dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Jerman dan ke Timur Tengah.
            Sekembalinya Sultan Syarif Hasyim dari pelawatannya di Eropa, beliau membangun sebuah Istana yang megah di Siak Sri Indrapura yang diberi nama Asserayah Hasyimiah yang berarsitektur gabungan Eropa dan Arab dan Arsiteknya adalah seorang Insinyur dari Perancis. Istana mulai dibangun pada tahun 1890 oleh kepala tukang yang bernama Van De Worde dan selesai dibangun pada tahun 1899. Interior dan perabotan didatangkan dari Jerman, sedangkan batu-batu bata dibawa dari singapura. Diatas puncak dan pintu gerbang Istana ada patung burung Elang yang terbuat dari perunggu. Burung Elang menggambarkan sebuah kekuasaan yang dapat mencermati kawasan wilayah kerajaan.
            Sultan Syarif Hasyim adalah seorang Sultan yang berhasil membangun negeri Siak, beliau menata kota Siak secara rapi, beliau juga membangun Istana untuk Isterinya Tengku Embung dengan beratap kajang bertingkat memakai selembayung dan sayap layang-layang diujung atapnya.
            Untuk menata pemerintahan, sultan membangun sebuah gedung atau balai untuk tempat bermusyawarah  dan mufakat atau dengan kata lain Balai Kerapatan Tinggi yang diberi nama “Balai Rung Seri”  bangunan balai tersebut dipergunakan sebagai ruang kerja sultan beserta aparatur pemerintahan kerajaan. Balai dibangun berlantai dua berbentuk arsitektur Melayu dan beratap kajang limas pakai tunjuk langit berukir kelok paku. Gedung balai kerapatan atau Balai Rung Seri merupakan tempat acara pelantikan dan kantor besar kerajaan serta tempat pelaksanaan sidang-sidang adat, baik masalah pelanggaran adat maupun mahkamah syari’ah yang dipimpin oleh sultan.
            Dengan adanya kedua bangunan yang megah  tersebut menjadikan kerajaan Siak semakin maju dan pihak Belanda nampaknya semakin menekan beliau. Namun sultan tetap tegar dan gigih untuk meningkatkan taraf hidup rakyatnya. Kemudian untuk keperluan kerajaan didirikan percetakan sendiri yang digunakan untuk mencetak segala yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan kerajaan termasuk mencetak buku pedoman atau undang-undang kerajaan yang bernama Bab al-qawaid yang artinya Pintu Segala Pegangan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Bab al-qawaid ditulis pada periode kedua yakni ketika kerajaan Siak dipimpin oleh sultan yang berketurunan Arab.
            Dalam pemerintahan, Sultan Syarif Hasyim dibantu oleh dua orang komisaris yakni :
                        1.   Tengku Mansyur (Sayid Hasan putera dari mangkubumi Sayid Ahmad) gelar Pangeran Wira Negara (commissaris zhbenedin strom). Menguasai jajahan sebelah laut.
            2.   Tengku Kecil Besar (Sayid Mahdar) gelar pangeran Wira Kesuma (commissaris zhboupen strom) menguasai jajahan sebelah hulu.
                  Semasa hidup Sultan Syarif Hasyim mempunyai beberapa orang isteri dan anak.
            1.   Tengku Yuk (Syarifah Aminah) binti Tengku Musa dan dikaruniai seorang anak lelaki bernama Tengku Sulung (Sayid Kasim)
            2.   Tengku Embung binti Tengku Sulung Laut dan tidak dikaruniai anak
            3.   Encik Atik binti Datuk Haji Kasim dan tidak dikaruniai anak
            4.   Encik Rafeah binti Datuk Muhammad Saleh, dikaruniai seorang anak lelaki yang bernama Tengku Long Putih (Sayid Muhammad).
            Pada tahun 1908, sultan pergi ke Singapura dalam usaha peningkatan hubungan perekonomian kerajaan Siak untuk bertemu dengan pengusaha Belanda, Inggris dan Cina dengan maksud mengadakan hubungan perdagangan ke negeri Siak. Keberangkatan sultan tentulah diiringi oleh orang-orang besar kerajaan. Dengan tiada di duga Sultan Syarif Hasyim mangkat di Singapura bertepatan pada tanggal 2 April 1908. Berita kemangkatan Sultan Syarif Hasyim tersiar di Siak Sri Indrapura sehingga rakyat Siak berkabung atas kemangkatan sultan. Begitu pula kerabat dekat Sultan Hasyim yakni Sultan Ibrahim Johor. Bahru ikut berbelasungkawa dengan mengirimkan surat duka cita bertarikh 5 Rabiul akhir 1326 H. beberapa hari kemudian jenazah sultan dibawa ke Siak Sri Indrapura dengan pengawalan ketat dari pasukan serdadu Belanda mempergunakan bionet terhunus. Para kerabat dan orang-orang besar kerajaan tidak dibenarkan membuka keranda (peti jenazah) Sultan. Pada hal keluarga dan kaum kerabat serta rakyat Siak ingin melihat wajah beliau yang terakhir sehingga rakyat Siak, para kerabat dan orang-orang besar kerajaan sangat kecewa atas tindakan pemerintahan Belanda tersebut.

            Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin dimakamkan di komplek pemakaman kerajaan Koto Tinggi Siak Sri Indrapura dengan gelar Marhum Baginda.