SULTAN QASIM DUA

SULTAN KEDUA BELAS
SULTAN ASSAIDIS SYARIF KASIM
ABDUL JALIL SAIFUDDIN
(1915-1946)

            Setelah Sultan Syarif Hasyim wafat, pemerintahan dijalankan oleh dua orang Besar Kerajaan yakni Tengku Besar Sayid Sagaf dan Datuk Lima Puluh sebagai menteri kerajaan. Tengku Besar menjabat sebagai Wakil Sultan. Hal ini dikarenakan putera mahkota Syarif Kasim sedang menuntut ilmu pengetahuan di Jakarta. Tengku Besar menjabat sebagai regent (Wakil Sultan) kerajaan Siak sejak dari tanggal 1 Juni 1908 sampai dengan 17 Desember 1915. Tengku Besar Sayid Sagaf adalah putera Tengku Sulung Muda Sayid Alwi saudara sepupu dari Sultan Syarif Kasim Sani (II), ayahanda dari Tengku Besar adalah kekanda Sultan Syarif Hasyim. Isteri Tengku Besar bernama Tengku Marsemi (Syarifah Alauliah)
            Setelah Tengku Sulung Sayid Kasim selesai mengikuti pendidikan di Batavia, beliau dinobatkan menjadi Sultan Siak ke-12 pada tanggal 3 Maret tahun 1915 dengan gelar Sultan Assyaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin yang berarti Kasim Yang mulia, Yang rajin, Hamba Yang mulia, pedang agama yang Agung beliau ini lebih dikenal dengan sebutan Sultan Syarif Kasim II.
            Sultan Syarif Kasim lahir di Siak Sri Indrapura pada tanggal 11 Jumadil Awal 1310 H, bertepatan dengan tanggal 1 Desember 1893. Beliau adalah putera sulung Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin Sultan ke-11 dari kerajaan Siak, ibundanya bernama Tengku Yuk, Syarif Kasim mempunyai saudara satu ayah berlainan ibu yang bernama Tengku Long Putih Sayid Muhammad yang selama hayatnya menghabiskan hidupnya di Singapura. Ibu Tengku Long Putih bernama Encik Rafe’ah binti Datuk Muhammad Saleh seorang perempuan biasa artinya perempuan yang bukan dari keturunan bangsawan tetapi beliau adalah anak Datuk orang besar kerajaan Siak. Sementara itu dari pihak ayah sangat jelas bahwa Syarif Kasim merupakan anak lelaki atau putera mahkota dari Sultan Syarif Hasyim bin Sultan Syarif Kasim I yang menikahi Tengku Dalam Syarifah Zahrah.
            Kerajaan Siak bukanlah sebagai kerajaan Islam, tetapi prinsip-prinsip Islam dilakukan sepanjang yang dapat diusahakan dan dilakukan. Kedudukan seorang sultan sangatlah menentukan bukan saja sebagai seorang pimpinan negeri tetapi juga sebagai Khalifatullah atau Wali Allah atau sultan adalah bayangan Allah di permukaan bumi ini.47 Gelar yang dipikul oleh sultan negeri Siak merupakan tanggung jawab yang mencerminkan beban yang harus dipikul untuk kerajaan, agama dan rakyatnya. Sultan Syarif Kasim memegang prinsip-prinsip Islam yang dilakukan secara konsisten ke dalam merupakan menifestasi dari bentuk atau gerakan melawan kekuatan kolonial Belanda secara diam-diam.
            Pada tanggal 27 Oktober tahun 1912 Sultan Syarif Kasim mengakhiri masa bujangnya diikat perkawinannya dengan puteri Tengku Embung Jaya Setia bernama Tengku Syarifah Latifah diberi gelar Tengku Agung yang berasal dari kerajaan Langkat.
Tengku Agung seorang perempuan bangsawan Melayu yang cantik, tinggi lampai, bijak bestari, cerdas dan berwibawa sebagai seorang permaisuri. Selama beliau mendampingi suaminya sebagai Sultan kerajaan Siak, beliau memberikan pendidikan kepada anak-anak perempuan dalam membina rumah tangga sejahtera. Sistem pemerintahan kerajaan masih berlaku seperti pada masa pemerintahan ayahandanya, Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin yang disusun dalam Bab Al Qawa’id yakni :
                  1. Sultan (Raja) adalah kepala pemerintahan, pemegang kedaulatan dan administrasi tertinggi dalam kerajaan Siak Sri Indrapura
                  2.         Dewan Menteri (Dewan Kerajaan)
                              Dalam melaksanakan pemerintahan, sultan dibantu oleh Dewan Menteri atau Dewan kerajaan. Dewan inilah yang memilih dan mengangkat sultan. Dewan ini bersama sultan membuat undang-undang dan peraturan.
                  3.         Hakim Kerapatan Tinggi
                              Hakim kerapatan tinggi ini berfungsi menyelesaikan kasus-kasus yang terjadi terhadap hamba rakyat kerajaan Siak, Ketua kerapatan tinggi adalah sultan sendiri, sedangkan anggotanya terdiri dari para Datuk-datuk Empat Suku, Khadi Negeri Siak dan Controleur Siak mewakili Gubernur Belanda sebagai pendamping setiap persidangan
                  4.         Hakim Polisi adalah kepala pemerintahan ditingkat propinsi sebagai wakil sultan dari propinsi wilayah kerajaan Siak yang terdiri dari 10 Propinsi.
                  5.         Hakim Syari’ah
                              Oleh karena dikerajaan Siak mempunyai 10 Propinsi, maka setiap propinsi ada seorang hakim Syari’ah. Hakim Syari’ah yang berkedudukan di negeri Siak Sri Indrapura bergelar Khadi, sedangkan hakim Syari’ah yang berkedudukan di sembilan propinsi lain di kawasan wilayah kerajaan Siak di gelar Imam Jajahan. Khadi negeri Siak bertugas menangani pengadilan tentang harta  pusaka-warisan  dan masalah-masalah hukum adat dan agama. Dalam melaksanakan tugasnya khadi negeri dibantu oleh imam jajahan di propinsi tempat kejadian kasus perkara.
            47 Amir Lutfi, 1983, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945, Pekanbaru ; LPP IAIN Suska, hlm. 266.
6.    Hakim Kepala Suku
        Pemerintahan yang terendah menurut hirarki kekuasaan kerajaan Siak Sri Indrapura adalah kepala suku atau hinduk, yang menurut istilah ketatanegaraan Siak disebut Hakim Kepala Suku/ Hinduk. Setiap propinsi yang 10 itu terbagi beberapa suku/hinduk berjumlah 211 suku/hinduk. Tugas kepala suku/hinduk adalah melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, mengurus atau mengatur kehidupan masyrakat, baik beragama, budaya adat istiadat yang taat kepada kerajaan dan sultan. Kepala suku/hinduk tunduk kepada hakim polisi yang mewakili sultan di propinsinya.  
Tengku Agung (Syarifah Latifah) wafat di Siak pada tahun 1929 dan dimakamkan di samping Masjid Syahabuddin Siak dan beliau menikah pula dengan adinda Tengku Agung yakni Syarifah Fadlun yang menjadi permaisuri yang kedua dan mendapat gelar Tengku Mahratu. Walaupun melangsungkan beberapa kali pernikahan, Sultan Syarif Kasim II tidaklah mempunyai keturunan.
Pada tanggal 23 April 1968, Sultan Abdul Jalil Syaifuddin mangkat di rumah sakit Caltex Rumbai Pekanbaru. Besok harinya tanggal 24 April 1968 Gubernur Riau Letnan Jenderal Arifin Ahmad melepas jenazah Sultan Syarif Kasim dari gedung daerah Propinsi Riau untuk dibawa dan dimakamkan di Siak Sri Indrapura tepatnya di samping Masjid Syahabuddin Siak dan diberi gelar Marhum Mangkat di Rumbai. Allahyarham dimakamkan dengan upacara militer yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Arifin Ahmad yang pada waktu itu sebagai Gubernur Riau. Ribuan rakyat Siak Sri Indrapura melepas kepergian beliau dengan dukacita yang dalam serta do’a semoga amal ibadah dan pengabdian kepada negeri dan rakyat  dapat diterima oleh Allah yang Maha Kuasa.

Pada tahun 1997 Sultan Syarif Kasim mendapat gelar kehormatan kepahlawanan sebagai seorang Pahlawan Nasional Republik Indonesia.Beliau digelari marhum mangkat di rumbai.