RAJA KECIK

SULTAN ABDUL JALIL RAHMAT SYAH
sultan siak pertama 1723m-1746m
 (ALMARHUM BUANTAN )


            Maka Baginda itu, adalah putera dari pada Sultan Mahmud Abdul Jalil Ra’yat Syah, almarhum mangkat dijulang Johor dengan selirnya yang bernama Encik Pung binti Datuk Laksamana Johor.- Adapun Encik Pung itu ”nikah” dengan baginda ,- Sebabnya dinamakan selirnya ialah menurut sepanjang adat istiadat yaitu jikalau Raja Besar kawin dengan perempuan yang bukan bangsa “Raja” sekalipun anak orang besar, disebut selir juga.-
            Maka Sultan Mahmud Abdul Jalil Ra’yat Syah itu keturunan dari pada Sultan Mahmud Syah Malaka.- Setelah Malaka kalah oleh Alphonso D'Alburqueque (Portugis) pada tahun 1511 Masehi, maka berpindahlah Raja Malaka ke Johor turun-temurun hingga sampai pada Sultan Mahmud yang tersebut.-
            Pada suatu hari datanglah seorang orang dusun membawa persembahan sebiji nangka bedulang yang besar dan sempurna masaknya.- Tatkala orang itu sampai, Baginda tidak ada di Istana, yaitu tengah berjulang.- Karena itu nangka tadi diserahkannya kepada Bai Dalam ( Penghulu Istana).- Maka oleh Bai Dalam disandarkan pada satu tiang, sementara menunggu Baginda pulang.- Kebetulan pada waktu itu, istri Megat Sri Rama datang ke Istana hendak berjumpa dengan Encik Pung, karena sangkanya.- Hal keadaannya di dalam hamil yang hampir cukup harinya.- Maka terlihat olehnya buah nangka yang tersandar itu, oleh sebab ingin sangat hatinya, lalu diambilnya pisau dan ditebuknya nangka itu, diambilnya seulas lalu dimakannya.- Tatkala Baginda balik dari berjulang, Bai Dalam Menyongsong tergopoh-gopoh serta mempersembahkan buah nangka itu, maka terlihat oleh Bai Dalam buah nangka itu telah berlobang bekas ditebuk, dengan marah ia berkata:’ Siapa menebuk nangka ini?; menyahut istri  Megat Sri Rama : Saya, karena ingin sangat.- Barangkali karena anak yang di dalam perutku inilah.- mohon ampunlah sujud duli Tuanku.-
Maka kata-kata Istri Megat Sri Rama ini dipersembahkan oleh Bai Dalam kebawah Duli Baginda.- Baginda sangat murkanya, serta titahnya :
“belah perutnya”,- Keluarkan nangka yang di dalam perutnya itu !!!
            Maka dikerjakan oranglah segala yang dititahkan itu.- setelah perut bini Megat Sri Rama itu di belah, tidak berapa lama pun ia mati.-
            Kata yang empunya ceritanya terlihat anak itu sedang menyusu (mengisap) nangka itu pada mulutnya.- Maka anak inipun dibunuh juga.- setelah itu dititahkanlah memanggil Megat Sri Rama.- Tatkala ia sampai, titah Baginda : “bini kamu telah berbuat kesalahan”.- Sebab itu kita suruh bunuh beserta anaknya.- Ambillah!!!, Tanam!!!
Sembah Megat Sri Rama : mana titah patik junjung di dalam ia berkata itu mukanya pucat, badannya menggeletar.- Iapun lalu mengambil mayat bini dan anaknya itu, dikuburkan dengan ditolong oleh kaum keluarganya hingga selesai,  tidak kurang sesuatu apa-apa.- Semenjak itu Megat Sri Rama pun tiadalah datang lagi menghadap Baginda, melainkan ia bersembunyi menghadap bendahara Abdul Jalil bin Tun Hebab.-
Rupanya ia bermusyawarah hendak mendurhaka dan akan mengangkat bendahara jadi Raja.- Bendahara menyetujui akan maksud Megat Sri Rama itu.
            Pada suatu hari waktu Baginda berjulang, berangkat pulang dari sembahyang Jum’at, pada halaman Istana, Megat Sri Rama sudah sedia serta menyembah, berkata ia : Ampun Tuanku, patik “ mendurhaka “.- Lalu ditikamnya pada perut Baginda.- Waktu Baginda hendak rebah itu, dicabutnya keris kecilnya yang bergambar “ Jawa Demam” : dilemparkannya, kena ujung pada ibu kaki Megat Sri Rama.- Kira-kira 40 hari kemudian, Megat Sri Rama Pun mati.
            Waktu itu juga Baginda pun mangkat.- Diberitahukan orang hal Baginda itu kepada Bendahara.- Maka bendahara pun datang.- Lalu dipukul “ tabuh larangan”.- Berkumpullah sekalian isi negeri, diperbuat segala alat kebesaran Raja. Memakamkan Baginda.-  Setelah itu berhimpunlah sekalian orang-orang besar di Balairung Sri menaikkan bendahara di atas singgasana, ditabalkan menjadi Raja, dengan memakai seruan Sultan Abdul Jalil Syah. (Sultan Abdul Jalil Syah ini bukan saudara akrab dengan almarhum, tetapi anak dari Bendahara Tun Hebab, yaitu keturunan Bendahara juga di zaman Malaka).-
            Kemudian barulah orang teringat akan Encik Pung di dalam hamil.- Maka disuruh cari Encik Pung, hendak dibunuh, serta dituduh anaknya bukan anak Almarhum Mangkat di julang.-
            Tetapi sebelumnya orang mencari, ia telah dibawa oleh saudaranya ke Singapura diserahkan kepada raja Negara mengantarnya ke Jambi.
            Maka diperintahkan oleh Raja Negara orang suku Gedun dan Senggira mengantar ke Jambi hingga ke Pagaruyung karena minta perlindungan, sebab Raja disitu ‘adil’ kuat tidak dapat orang menganiayanya.- Sampailah pada suatu tepian kepunyaan Dipati Batu Kucing.- Maka dimaklumkan oleh anak perahu bahwa ianya membawa Encik Pung serta mengabarkan hal ikhwal dan maksud.- Maka disuruh oleh Dipati perempuan-perempuan mempersilakan Encik Pung   ke rumah serta bermalam pada hari itu,- Maka esok harinya disiapkanlah beberapa orang akan mengantarkan Encik Pung,- Kisah perjalanan tidak dipanjangkan, melainkan tatkala sampai di Pagaruyung lalu menghadap Baginda. Daulat Yang Dipertuan Besar Sakti, Raja Alam Minangkabau.-   Maka Encik Pung pun mempersembahkan hal-ikhwalnya yang terjadi di Johor.-
            Oleh Baginda, dikaruniai Encik Pung itu sebuah rumah serta beberapa dayang-dayang pelayanan.- Setelah genaplah bulannya, maka Encik Pung pun melahirkan seorang anak laki-laki, maka dipersembahkan ke bawah Duli Daulat Baginda, lalu dikaruniai nama Raja Kecik Besar dan timang-timang Baginda si “Buyung Ketek” diambil oleh Baginda Sakti menjadi anak angkatnya, tetapi yang dimasyurkan putera Baginda Sendiri.- Tatkala umurnya setahun, Encik Pung pun kembali ke Rahkmatullahi Ta’ala dan dimakamkan di Pagaruyung.-
            Riuhlah percakapan di negeri Johor mengatakan Encik Pung telah lari dan telah sampai di Pagaruyung, melahirkan putera laki-laki.-
Apabila telah nyatalah kabar itu terdengar oleh Sultan Abdul Jalil Syah, maka dipanggilnya segala menteri bermusyawarah.-  Diantara Menteri-menteri itu ada yang datang menyembah mengatakan, jangan diperdulikan perkabaran itu.- Jikalau dia sudah besar, datang kemari mengaku putera almarhum Mangkat dijulang, Patik-patik semuanya tidak membenarkan.- Patik-patik katakana saja, itu orang Minangkabau.- Sebagaimana pendapat Menteri-menteri itu dibenarkan oleh Baginda.-
            Tatkala Raja Kecik berumur 9 tahun maka diserahkan kepada guru mengaji Agama Islam.- Umur 11 tahun mulai diajar adat istiadat, pencak silat dan ilmu himat dunia, hingga berumur 17 tahun.-
Pada suatu hari Raja Kecik Besar dipersilakan oleh Baginda Sakti menghadap.- Titah Baginda : “Buyung, ada sedikit yang wa’den hendak beritahukan kepada wa’ang.- Adapun wa’den bukannya bapak kandung wa’ang.- Yang bapak kandung Wa’ang, Sultan Makhmud Johor.- Lalu diceritakan oleh baginda Sakti kisah dari awal sampai akhirnya.-
            Apabila Raja Kecik mendengar titah dan cerita Baginda Sakti dari hal mangkatnya almarhum Mangkat dijulang, maka terdiamlah ianya sejurus dengan muka yang merah padam.- memudian, menyembah dengan menangis,” ya ayahnda, kalau benar almarhum mangkat dijulang ada meninggalkan seorang putera si Buyung namanya, Insya Allah akan tertuntut belanya”.- Titah baginda : sabar kau nak; tetapi waktu ini sabar kau dahulu.- habiskanlah segala tuntutan olehmu, Baru wa’den lapehkan.- maka sembah Raja Kecik,” sepanjang titah patik junjung”. Setelah itu maka Raja Kecik tiada berhenti dari pada menuntut ilmu dunia dan akhirat, tidak pernah meninggalkan sembahyang, berdekat dengan guru-guru agama dan guru-guru dunia dan bercampur dengan orang-orang besar yang bijaksana.
Setelah dirasanya dirinya sudah cukup, ia-nya menghadap baginda, sembahnya : “ampun ayahnda, haraplah patik, ayahnda izinkan patik menuntut bela melanggar Johor.- maka titah baginda, “Baiklah, bawalah olehmu orang-orang alam Minangkabau ini.-
Berapa suka boleh bawa.-
            Oleh Raja Kecik dipilihnya 17 orang saja diantara mereka, lalu iapun bermohon.-
TERSEBUT kisah hal-ikhwal negeri Siak.-
Tatkala hilang keturunan raja Gasib yang dibinasakan oleh ACEH (1625) seperti yang tersebut dulu ceritanya dan kemudian habis kuasa Aceh, maka negeri Siak di bawah pemerintahan Johor.-  Oleh Johor diwakilkan seorang-orang memerintahkan dan mengambil cukai, gelarnya : Syahbandar dan tempatnya di Sabak Auh hampir dengan Kuala Sungai Siak; tetapi kuasanya ke Hulu hingga Kuala Mandau saja.- Selainnya itu ada mempunyai kepala masing-masing.-
            Kisah raja Kecik dan pengiring-pengiringnya di dalam perjalanan, dimana-mana tiba ditolong oleh penduduk.- Tatkala sampai di Sabak Auh diminta oleh Syahbandar kepala cukai.
Dikabarkan oleh pengiring-pengiring kepada Syahbandar bahwa itu Raja Kecik Besar, putera Almarhum Raja Mangkat dijulang, Johor.- Jawab Syahbandar Sabak Auh; “tidak tahu kami putera raja kami itu orang Minangkabau, kami tahu itu orang Minangkabau  saja”.- Bayarlah cukai kepala.- Kalu tidak” perahu kami tahan”.- Terdiamlah Raja Kecik, lalu berbisik-bisik dengan orang-orang besarnya.- Maksudnya menghamuk Sabak Auh.- Sembah orang besarnya : “sabar Tuanku”, sebab maksud kita hendak mengambil Johor, bukan “Siak”.- jika gaduh disini tentu terdengar kabar oleh Johor, dan oleh sebab itu barangkali susah kita melanggarnya.- Karena itu, oleh Raja Kecik lalu dikeratnya buah rutali uncangnya.- Dibayarnya cukai itu.- Ia pun bertolak serta katanya : Hai Syahbandar Sabak Auh, ku minum juga darahmu dikemudian hari; (seperti tersebut di dalam sa’ir Siak sesudah Raja Kecik menjadi Raja Negeri Siak, yang bunyinya :
Baginda berangkat seketika kala,
Sudah hampir di kuala,
Bandar Sabak Auh akalnya gila,
Baginda dimintak cukai kepala,
            Baginda menimbang cukai negeri,
            Dikeratnya tali uncangnya sendiri;
            Murkanya Baginda tiada berperi,
Kuminum darahmu kemudian hari.-
Sangatlah murka Baginda Sultan,
Muka merah berkilatan-kilatan,
Jikalau kuturutkan nafsu Syaitan,
Hampirlah Sabak Auh menjadi hutan.-
            Di Bengkalis, diterima oleh Syahbandar Bengkalis dengan hormat,- Yakinlah orang di situ bahwa Raja Kecik itu adalah putera almarhum Raja Mangkat dijulang.- Sebab itu, ia mendapat pertolongan, orang-orang mengantar surat kepada keluarga ibunya di Johor, Supaya ianya boleh mendapat kabar bagaimana hal-ikwal Johor.- Oleh keluarga ibu-nya itu dimusyawarahkan dengan orang-orang besar negeri yang masih bersetia pada almarhum Raja Mangkat dijulang.- Akan setia serta menolong Raja Kecik akan setia merampas balik kerajaan Johor,-
Demikianlah utus-mengutus dua tiga kali hingga dapatlah kabar yang sebenarnya.- Setelah itu, maka raja Kecik pun berangkat ke Indragiri.- Di Bengkalis Baginda mendapat pertolongan buat mengantar ke Indragiri, ia bermusyawarah dengan orang Minangkabau yang ada di situ,-
            Kemudian, berlayar pula ke Jambi, lalu bermusyawarah dengan Dipati Batu Kucing dan bernikah dengan anaknya bernama Encik Kecil, itulah ibu Raja Alam, (Sultan Abdul Jalil Alamu’eddin Syah, marhum Bukit).-
Di Jambi Raja Kecik tinggal lama, karena mengumpulkan kekuatan serta utus-mengutus ke Johor supaya mendapat peluang yang baik.- Surat yang akhir dari Johor mengatakan jikalau tuanku hendak melanggar Johor, inilah waktunya karena banyak orang-orang kita telah bersedia membantu, dan juga, raja pada masa ini lalai tiada berapa hirau akan hal negeri, melainkan “ asyik bermain catur”,-
            Maka raja Kecik bersiap dengan segala peralatannya berangkat menuju Johor.- sampai di Johor kira-kira pukul 10 malam, lalu mufakat dengan orang yang bersetia itu, pukul 12 malam itu kerja akan dilangsungkan.- Waktu Raja Kecik melanggar Kota Johor, Sultan Sedang bermain catur dengan Menterinya.-
Disangkanya musuh catur juga adanya.-
            Kemudian, barulah ia tahu bahwasanya Raja Kecik sudah masuk merampas kota.- Sultan pun lari meninggalkan anak dan istrinya di dalam Istana.- Oleh Raja Kecik, istana itu tiada diganggu atau dibinasakan, melainkan Balai Rung dan lainnya didudukinya.-
            Paginya, dibunyikan tabuh larangan, berhimpunlah isi Negeri di Koto Tinggi, maka diserukan bahwa Sultan Abdul Jalil Syah telah dimakzulkan dari tahta kerajaan dan telah berangkat meninggalkan Istana.- Pada waktu itu, Raja Kecik Besar putera almarhum Raja Mangkat dijulang, dilantik ditabalkan di atas singgasana Kerajaan Johor serta rantau jajahannya dan takluknya dengan memakai nama atau gelar : SULTAN ABDUL JALIL RAKHMATSYAH.- Orang banyak mengatakan : Daulat Tuanku ! Kadhi pun membaca do’a dan memberitahukan kepada segala Mesjid supaya mendo’akan Sultan yang baru.-
Adapun akan Sultan Abdul Jalil Rakhmatsyah, saudara se ayahnda dengannya, yang namanya juga disebutkan” Bendahara Pekuk”.- diantara putera-puteri yang tinggal di Johor itu ada yang laki-laki Raja Suleman.- yang perempuan : Tengku Tengah, Tengku Mandak dan Tengku Mahbungsu.-
            Oleh Raja Baru, kepada Raja Suleman diminta supaya saudaranya yang bernama Tengku Mahbungsu itu, untuk dijadikan istrinya.- Permintaan itu dikabulkan oleh Tengku Suleman.- Lalu dinikahkanlah Sultan Abdul Jalil Rakhmatsyah dengan Tengku Mahbungsu itu.- Tengku Mahbungsu inilah Bunda Raja Muhammad, (Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffarsyah; marhum mempura).-
            Dalam pada itu , keadaan antara Sultan dengan Raja Suleman adalah keadaan orang ber-ipar; tetapi bagi Raja Suleman tetaplah tiada bersenang hati.-
            Alkisah, tersebutlah seorang anak Raja Bugis bernama Daeng Relak alias Opu Tandriburung, putera yang ke tiga dari Raja negeri luok (Bugis) yang bernama Landu Salat.- Raja inilah yang bermula di Bugis memeluk agama Islam.-
            Daeng Relak ada mempunyai lima orang putera yang disebut orang” Penggawa Lima”, yaitu :
      -          Daeng Parani (Daeng Pemberani),
      -          Daeng Menambung,
      -          Daeng Merawah,
      -          Daeng Celak (Daeng Pulai) dan
      -          Daeng Kemasi.-
Daeng Relak ini suka benar menggembara, maka berlayarlah ia dengan lima orang putera itu dan berhenti di pulau Siantan (Pulau Tujuh) Jajahan Riau.-

KISAH SEDIKIT TENTANG RAJA BUGIS
DAENG RELAK.-


Setelah beristirahat semuanya di pulau Siantan itu, datanglah utusan dari Sultan Akhmad Zainuddin Negeri Matan (Borneo Kalimantan) minta pertolongan Opu-opu itu, karena sultan itu telah diusir oleh saudaranya dan sudah juga sultan minta pertolongan pada sultan Banjarmasin tapi tidak berhasil.-
Oleh Opu-opu itu, permintaan sultan Matan mereka kabulkan dan Daeng Menambun yang akan pergi berangkat membantu.-
            Setelah sampai di Matan, maka Daeng Menambun menyerang saudara sultan itu.- Dengan amat garang dan gagahnya.- maka kalahlah saudara sultan itu dan lalu ia keluar meninggal kota.- Sultan Akhmad Zainuddin pun kembali ke tahta kerajaan dengan selamatnya.-
            Karena itu dan sebagai balas jasa maka Daeng Menambun dikawinkannya dengan puterinya yang bernama Hutin Kesumba.- dan Daeng menambun diberinya satu tempat memerintah yakni di Mempawa dan diberi gelar “ Pangeran Suria Negara”.- Kesah-kesah sejarah mengatakan juga bahwa puteri Daeng Menambun – Pangeran Mempawa, dikawinkan pula dengan sultan Abdul Rakhman Pontianak.-
            Syahdan, adapun akan Daeng Perani, Daeng Merewah, Daeng Celak dan Daeng kemasi, berlayar ke Johor.- Disitu mereka berniaga dan tiap-tiap sore mereka menyabung ayam.- Sekali-sekali ada juga dengan Raja Suleman. Raja Suleman itu senantiasa tiada senang hatinya dan tiada berhenti-hentinya beriktiar hendak menjatuhkan Sultan Abdul Jalil Rakhmat Syah (Raja Kecik Besar)
            Mufakatlah ia dengan saudara-saudaranya laki-laki dan perempuan.-
Pada suatu petang, waktu Daeng Perani balik dari menyabung ayam, kebetulan Tengku Tengah saudara perempuan Raja Suleman, sedang berada dimuka pintu.- Waktu Daeng Perani lewat, dipanggilnya, seraya katanya : “awak-kah yang bernama Daeng Perani?”.-
Jawab Daeng Perani : aku-lah.-Tanya Tengku Tengah pula : “Maukah awak kawin dengan aku?”.- Jawab Daeng Perani : “ tiada keberatan”
            Akan hal maksud perkawinan ini dimaklumkan oleh Raja Suleman kehadapan Sultan beserta Istrinya Tengku Mahbungsu.- Keduanyapun suka.-
Maka dilangsungkan pernikahan antara Daeng Perani dengan Tengku Tengah itu.-
Kemudian tak berapa lama sesudah itu dinikahkan pula Daeng Celak dengan Tengku Mandak.- Bermula telah selesailah hal kawin mengawinkan itu.-
Maka pada suatu masa mufakatlah raja Suleman dengan Opu-opu itu hendak membunuh Sultan dengan jalan mengamuk, tapi menunggu waktu sultan terpisah dari istrinya.-
            Adapun Sultan itu tiada pernah bercerai seketika juga dengan istrinya ; waktu bersembahyang pun si istrinya itu di dudukkannya berhampiran dengan tikar sembahyang.
            Satu ketika, waktu Sultan tengah sembahyang ‘ Isya, datanglah Tengku Tengah kepada Tengku Mahbungsu mengatakan Raja Suleman sakit keras dan minta supaya Tengku Mahbungsu serta melihatnya.- Permintaan itu dikabulkan oleh Tengku Mahbungsu dan ia pergi.-
Tiada berapa lama antaranya, sultan pun selesai sembahyang.- Dilihatnya istrinya tiada dan tahulah bahwa ianya telah tertipu.-
Maka dengan gagahnya ia merampas istrinya kembali; tetapi oleh karena perlawanan Opu-opu Bugis itu terlampau hebat, terpaksalah Sultan mengundurkan diri dan berlayar dengan istrinya serta pengiring-pengiringnya ke RIAU dan bertahta di situ beberapa lamanya.-
            Pada suatu masa berangkatlah ia sultan melanggar Lingga (bilangan negeri Sembilan) dengan berhasil baik serta mengalaukan negeri-negeri yang ditempuhinya.- Tetapi sepeninggal Baginda Sultan ke Lingga itu, Raja Suleman serta Bugis-bugis itupun datang pula melanggar Riau-serta diambilnya Tengku Mahbungsu.- Dalam suasana hangat dan bersembunyi-sembunyi dapatlah Tengku Mahbungsu berkirim surat kepada suaminya Sultan dengan sya’ir yang pendek, bunyinya :
Itik-itik dalam dulang,
Minyak ketiu di ujung galah
Tuanku kecik silakan pulang,
Lingga diserang, Riau kalah.-
            Setelah Baginda Sultan mendapat surat itu, dengan tergopoh-gopoh Baginda pun balik ke Riau.- sampai di Riau berperanglah dengan sangat hebatnya, hingga menanglah Baginda Sultan.-
Demikianlah beberapa masa ganti-berganti kalah menang perkelahian itu – sepanjang darat dan sepanjang laut, hingga sampai di Kuala Muda negeri Kedah.- Disitu, hampir habis obat bedil.- Oleh sebab itu Baginda sendiri mengisi meriam dengan banyak sekali obatnya.-
Kebetulan Daeng Perani tengah mengisap candu di atas beranda,- Baginda pun memegang tunam serta mendo’a kehadirat Tuhan, katanya : Ya Allah, Ya Rabbi : Jikalau sebenarnya aku anak Sultan Makhmud, kenalah Daeng Perani.- Jikalau bukan, pecahlah meriam ini mengenai aku.-
Kebetulan kenalah dirusuk Daeng Perani.-
Waktu itu juga Daeng Perani mangkat.-
            Setelah Daeng Perani mangkat, maka Opu-opu yang lain itu mengaku damai, yakni mengakulah mereka akan Raja Kecik menjadi Sultan.-
Maka Baginda Sultan pun berangkat balik ke Riau bertahta kembali dengan permaisurinya Tengku Mahbungsu.-
            Syahdan, pada suatu hari Baginda berangkat hendak melihat negeri Johor.- Maka sepeninggal Baginda pergi, Opu-opu Bugis itu pun datang  pula melanggar dan dapat pula olehnya.-
Demikianlah ganti-berganti kalah menang, hingga sampai ketika yang sudah merasa jemu dan letih oleh berkelahi sepanjang masa.- Jadilah keduanya merasa rugi yang amat besar hingga keduanya menjadi miskin.-
Karena itu, mufakat dengan damai antara Sultan Abdul Jalil Rakhmadsyah (Raja Kecik)
Dengan Raja Suleman, seperti ini :
Satu         Kerajaan Riau dibagi dua, yakni pulau-pulau Riau, Lingga, negeri Johor serta negeri Pahang, menjadi kerajaan Raja Suleman yang ditabalkan dengan seruan : “SULTAN SULEMAN BADRA’ALAMSYAH”.-
Dua            Siak serta jajahan yang dipulau Sumatera dan pulau yang berhampiran mulai dari Karimun, menjadi kerajaan Siak, pulang kepada Raja Kecik (Sultan Abdul Jalil Rakhmatsyah).-
Tiga           Segala alat kebesaran seperti nobat dan lain-lainnya pun dibagi dua, demikian juga orang-orang jadi jawatan adat-adat seperti suku Bintan ada di Siak dan kerjanya memasang meriam nobat, kepalanya bernama jenang, karena itu orang Bolang dinamakan Bolang Biduanda.-
Setelah Baginda sampai di Siak, Baginda memilih tempat akan bersemayam.- Dipilihnya sepotong tanah sebelah kanan mudik sungai Siak Besar dan sungai Gelanggang.-
   Disitulah didirikan Istana, Balai dan Kubu-kubu pertahanan seberang-menyeberang, maka dinamai Buantan, disebut orang Kampung Dalam dan diseberangnya dinamai Kota Ringin.- Dirantau itu diperbuat orang juga kampung seperti benayah, kembang bunga, Sungai Raja, Pulau Dayang dan Sungai Kancing.-
Tatkala Baginda sampai, Syahbandar Sabak Auh  pun dipanggil.- Lalu Baginda tikam telunjuknya dengan jarum, darahnya itu diminum oleh baginda kemudian diperbuat perjanjian seperti di bawah ini :
Satu             : Baginda mengaku tidak akan membinasakan Syahbandar Sabak Auh dengan beserta anak buahnya;
Kedua         :   Bandar Sabak Auh mengaku bertuan beraja serta menjadi hamba yang ta’at ke bawah duli Baginda
Ketiga          :                Bandar Sabak Auh mengaku tiap-tiap raja berganti boleh dipungut anak perempuan akan jadi dayang dari suku Siak Besar 4 orang, dari suku Siak Kecik 4 orang, dari suku betung 4 orang dan dari suku rempak 4 orang.-
Empat          :                Yang jantan-jantan dari pada suku-suku yang tersebut, tiap-tiap beralat, penjunjung perintah dari Istana dan mengangkat makanan (hidangan) memberikan tamu-tamu makan.-
Maka diaturlah oleh Baginda adat-istiadat serta mengangkat orang-orang Besar yang tiga suku yaitu : Tanah Datar, Lima Puluh dan Pesisir.- maka dijadikan orang-orang Minangkabau yang mengiringkan Baginda dari tiap-tiap Luhak yang tiga, seorang.- Setelah itu, dikurniai gelar,
Tanah Datar  : Sri Pakihmaharajo,
Lima Puluh   :  Sri Bijuangan dan
Pesisir            :  Maharaja Ketuangsa;
Disebut oleh anak buahnya “Datuk” dan membahasakan dirinya “Hamba Datuk”.- Baginda memanggilkan orang-orang Besar itu, "Orang Kaya”.- Kemudian, tiga suku itu menjadi empat dengan Laksamana.- Orang Minangkabau juga asalnya; bernama nakhoda Sekam, digelar “Laksamana Raja di laut”.-
Tidak berapa lama antaranya, maka Baginda menjadikan “perdana Menteri” yang jadi ketua “orang-orang Besar” itu.- Adapun yang digelar perdana Menteri itu, adalah seorang Batu Bahara “ Muallaf” yang baru saja masuk Islam.- Oleh Karena gagah berani dan setianya maka pertama digelari “Panglima Jagung Tembaga” dan kemudian bertambah pula dengan “Bijaksana”.- Gelar Perdana Menteri menurut aturan pada masa itu, jikalau beradat dalam penjamuan maka Perdana Menteri berjambar tunggal.- Artinya tidak boleh sedaun-makan dengan orang lain.-
                 Baginda Sultan juga menetapkan adat waktu beradat.- Baginda Sultan bersemayam di atas singgasana dengan jawatan pedang kerajaan, keris panjang.- Tepak dan Bentara Kiri.- Bentara Kanan.- kedua Bentara berdiri di muka Paseban nan Agung atau Balai.-
Pada waktu itu orang-orang besar menjunjung Duli.- Jika hidangan akan diangkat, Baginda Sultan berangkat balik dengan jawatannya.
                 Kemudian, Baginda dengan pengiring-pengiringnya pergi melanggar dan mengalahkan Panai, Bilah, Asahan dan Batu Bahara serta mendirikan 3 suku di Siak.-
Syahdan, Setelah siaplah teratur, maka Baginda Sultan merasa rindu, hendak menghadap ayahnda angkatnya di Pagaruyung.- berangkatlah ia dengan beberapa orang-orang besarnya serta hulubalangnya dan sebagainya.-
                 Sampai di Pagaruyung disambut oleh Daulat Alam  Minangkabau dengan hormatnya.- Serta dipasangkan meriam dan dinobatkan selama tujuh hari.-

Waktu Baginda Sultan Berangkat balik ke Siak dibekali oleh Baginda Daulat sepasang gendang nobat akan jadi tanda kebesaran.- 

Tidak ada komentar: