TENGKU MUHAMMAD ALI

SULTAN KELIMA
SULTAN MUHAMMAD ALI ABDUL JALIL MUAZZAMSYAH
(1780-1782)

            Setelah Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah mangkat, tahta kerajaan diteruskan oleh anaknya yang bernama Muhammad Ali dengan gelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah. Tengku Mandak binti Sultan Abdul Jalil Muhammad Muzaffar Syah. Sultan yang terkenal dengan keperkasaan melawan Belanda semenjak masa pemerintahannya.
            Sultan Muhammad Ali tidak lama memerintah, karena umur sudah lanjut dan tenaganya terlalu terkuras dalam peperangan dengan kompeni Belanda semenjak tahun 1760. Pada masa pemerintahannya Sultan Muhammad Ali menunjuk Syarif Ali sebagai panglima perang. Syarif Ali adalah anak Syarif Usman dengan Tengku Embung Badariah berarti adik sepupu Sultan Muhammad Ali.
            Tengku Muhammad Ali bersaudara sebanyak 6 (enam) orang, satu ayah dan satu ibu dari perkawinan Alamuddin Syah dengan ibu Puan Khatijah yaitu :
1               Tengku Muhammad Ali anak tertua,
               Tengku Akil,
               Tengku Embong Badariah,
               Tengku Hawi,
5          Tengku Sukma,
6         Tengku Mas Ayu (Tambo Kerajaan Terengganu).
Ketika Sultan Alamuddin Syah naik tahta, Tengku Muhammad Ali diangkat sebagai Raja Muda di kerajaan Siak. Beliau membantu ayahnya dalam menghadapi politik pecah belah yang dilaksanakan oleh Belanda.
Pemerintahan Sultan Muhammad Ali tidak memberikan keuntungan kepada Kompeni Belanda, sehingga Belanda melepas tangan tidak mau membantu dan dianggap telah melanggar hasil perjanjian yang dibuat pada tahun 1761. Sultan Muhammad Ali menghapus loji Belanda di Pulau Guntung yang terletak di muara Sungai Siak. Inilah yang membuat kemarahan Belanda sehingga Belanda tidak lagi menyokong pemerintahan kerajaan Siak. Belanda mendirikan loji di pulau Guntung dengan maksud menghidupkan perdagangan antara kerajaan Siak  dengan Kompeni Belanda akan tetapi tidak berhasil dan sangat merugikan, karena pengaturan hasil komoditi hutan sudah diatur oleh Sultan Muhammad Ali di pedalaman sungai Siak yakni di Senapelan. Sehingganya Belanda mengatakan biarlah Sultan Muhammad Ali mengurus nasibnya sendiri. Kompeni Belanda di Melaka tidak ikut campur dan tidak membantu Sultan Muhammad Ali, baik secara ekonomi maupun serangan-serangan dari perampok lanun dan lain-lain. Kompeni Belanda berusaha menjauhkan diri dari konflik-konflik  yang timbul di Siak maupun di Selat Melaka.
      Sultan Muhammad Ali bangga atas kemampuan Syarif Ali dan menganggap sifat petualangan Syarif Ali akan dapat memberikan manfaat baginya dan negerinya. Oleh sebab itu dengan kemampuannya dan pengaruhnya, Sultan Muhammad Ali memasukkan Syarif Ali dalam pemerintahan. Tetapi usaha ini ditentang oleh yang Dipertuan Muda Tengku Endut, maka Sultan Muhammad Ali bersama Syarif Ali berpindah ke Senapelan yakni tempat kedudukan Batin Senapelan dibawah wilayah Kerajaan Siak.
      Di Senapelan beliau membangun negeri Senapelan dan memberi nama baru untuk kota ini dengan nama Pekanbaru dan meneruskan pekerjaan ayahandanya membuka hubungan dengan negeri-negeri tetangga seperti Kampar, Gunung Sahilan, Payakumbuh dan Koto Baru, dengan membuat jalan darat, sehingga hubungan Pekanbaru dapat lebih cepat dengan negeri-negeri tetangga dengan mempergunakan Pedati Kerbau dan Perahu dan rakit penyeberangan.
            Syarif Ali sebagai panglima perang atas persetujuan Sultan menguasai Petapahan yang terletak jauh di Hulu Sungai Siak, karena daerah itu merupakan tempat dagang yang terkemuka banyak komoditi dagang yang sangat menguntungkan sehingga banyak mendatangkan pemasukan pendapatan ke wilayah kerajaan. Menyikapi tindakan Syarif Ali tersebut, Haji Padang yang memimpin Petapahan meminta bantuan dari Limo Koto dan yang Dipertuan Muda Tengku Endut di Siak agar pelayaran di sungai Siak aman dan tidak terganggu serta memihak kepada Petapahan dan menghalau kembali Syarif Ali dari Pekanbaru. Yang Dipertuan Muda Tengku Endut datang ke Petapahan menyaksikan peristiwa itu dan disambut oleh Haji Padang lalu menyampaikan bahwa Petapahan tidak memusuhi kerajaan Siak hanya Syarif Ali saja datang menyerang. Oleh karena itu mengharapkan Yang Dipertuan Muda Tengku Endut dapat menarik Syarif Ali dari Petapahan dan dikembalikan ke posnya di Bukit Batu di Kuala Sungai Siak.
Masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali tidak begitu lama yakni selama lebih kurang dua tahun saja. Beliau melanjutkan pekerjaan yang dirintis ayahandanya yakni memperbesar pekan sehingga menjadi pusat bandar dagang yang ramai dikala itu. Pekerjaan ini pula menyebabkan Belanda semakin membenci Sultan.
Sementara itu Raja Ismail ( Sultan ke-3) yang sudah tersingkir oleh Sultan Alamuddin Syah dan keluar dari Siak, selama itu pula ianya mengadakan pengacauan di laut sampai ke Palembang, Jambi, Bangka, Belitung dan Kalimantan. akibatnya perdagangan sepanjang laut menjadi tidak aman sehingga merugikan perdagangan Belanda.
 tahta Siak akan tetapi Belanda menolak permohonan tersebut. Namun pemerintah Belanda di Melaka memberikan pengampunan kepada Sultan Ismail sepupu Sultan Muhammad Ali, namun Sultan Ismail tidak merubah sifatnya dan tetap melakukan perampokan di Selat Melaka terutama kepada perahu-perahu Bugis. Dendamnya terhadap Bugis masih tersemat dihatinya bermula semenjak masa Datok dan ayahandanya. Pernah Sultan Ismail mengirim surat terbuka kepada Gubernur Belanda di Melaka yang menyatakan bahwa dia bepaling kepada Kompeni Belanda mendapat restu mendatangi Siak untuk bertemu Sultan Muhammad Ali dengan maksud untuk hidup bersama damai dan bersahabat persaudaraan dengan Sultan Muhammad Ali, karena mengingat pesan ayahandanya Sultan Mahmud bahwa tidak boleh berperang sesama saudara. 36 Sultan Ismail diundang oleh Gubernur Belanda ke Melaka bersama Sultan Muhammad Ali, tetapi Sultan Ismail tidak datang karena beliau membantu Terengganu dalam peperangan dengan Kelantan. Maka pada tahun 1779 barulah Sultan Ismail datang ke Siak dengan mengharapkan bantuan dari Rokan, Panai dan Asahan akan tetapi rencananya tidak berhasil. Di lain waktu Gubernur Belanda di Melaka mendapat surat dari Sultan Muhammad Ali yang memohon bantuan menghadapi Sultan Ismail ini dan Belanda mengirimkan puluhan pencalang ke Siak. Melihat keadaan yang demikian Sultan Ismail mengirim surat kepada Gubernur Belanda di Melaka bahwa beliau datang ke Siak tidak memusuhi saudara sepupunya. Dia datang dengan damai. Kompeni Belanda dalam hal ini tidak memihak kepada kedua mereka bersaudara itu, yang penting bagi Kompeni dapat menyelamatkan kepentingan Kompeni di Siak sesuai dengan janji yang dibuat pada tahun 1761.
Ketika Sultan Muhammad Ali menderita sakit pada tahun 1782, maka Sultan Ismail yang menggantikan pekerjaan Sultan. Sultan Ismail memerintah menggantikan posisi Sultan Muhammad Ali. Oleh karena itu ada yang mengatakan bahwa Sultan Ismail memegang kembali pimpinan di Kerajaan Siak.
Menurut catatan Anrooij (1885) tidak banyak yang dilakukan sultan ini karena baginda selalu dikejar-kejar oleh Syarif Usman menantu Raja Alamuddin Syah. Akhirnya Syarif Usman berhasil mengusir Sultan Ismail dari Pelalawan yang pada ketika itu menjadi daerah takluk Kerajaan Siak.
Posisi Sultan Ismail menggantikan Sultan Muhammad Ali terlihat pula dalam memimpin sidang-sidang di Balai Kerapatan. Pada suatu ketika yakni sidang sedang berjalan sebagaimana mestinya dan akhirnya sidang tiba-tiba secara mendadak Sultan Ismail mangkat di Balai tersebut ketika sedang memimpin persidangan. Sehingga digelar marhum mangkat di Balai. Beliau dimakamkan di tempat pemakaman Mempura tepatnya sebelah barat makam ayahandanya Sultan Mahmud Abdul Jalil Muzaffar Syah yang digelar dengan Marhum Mempura Besar.

Tidak banyak yang dilakukan Sultan kelima ini selain memusatkan perhatian kepada pekan sebagai pusat perdagangan. Hasilnya memang Nampak dan berpengaruh kepada kerajaan sehingga pekan yang mulanya sepi menjadi ramai karena banyak suku lain berdatangan ke pekan untuk melakukan transaksi perdagangan. Selain itu Sultan juga membangun dan memperbesar Ibu kota kerajaan. Sehingga Bandar yang telah berubah menjadi pekan yang baru akhirnya menjadi ramai. Oleh karena itulah, ketika beliau mangkat diberi gelar dengan marhum Pekan dan dimakamkan di komplek pemakaman Kampung Bukit Pekanbaru tepatnya di samping Mesjid Raya Pekanbaru Sekarang.