TENGKU ISMAIL

SULTAN KETIGA
SULTAN ISMAIL ABDUL JALIL JALALUDDIN SYAH
(1760-1766)

Setelah Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah wafat, maka puteranya yang bernama Tengku Ismail dinobatkan sebagai Sultan dengan gelar Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah pada tahun 1760. Tengku Ismail lahir pada tahun 1745 dari ibunya yang merupakan anak perempuan Daeng Mattekuh. Sedangkan isterinya yang diketahui adalah dua orang, isteri pertama bernama Tengku Sani adalah anak perempuan dari Tengku Busu yang merupakan anak lelaki Raja Kecik namun ibunya tidak diketahui. Sedangkan isteri keduanya bernama Tengku Neh, salah seorang anak perempuan Sultan Mansur di Terengganu.
Mengenai masa pemerintahan Sultan Ismail ini banyak pendapat, dalam penulisan ini digunakan angka tahun 1760-1766. Pengambilan angka tahun tersebut disokong oleh penulisan sejarah dari Terengganu yang disusun oleh Datok Tengku Ismail bahwa Sultan Mahmud mangkat pada tahun 1760 sehingga pemerintahan Kerajaan Siak diserahkan kepada Tengku Ismail putera keduanya. Berarti Sultan Ismail memerintah selama enam tahun yang dimulai dari tahun 1760 hingga tahun 1766. Selanjutnya disebutkan pula bahwa Sultan Mahmud mangkat pada tahun 1760, maka Sultan Mahmud memimpin kerajaan Siak selama 14 tahun yakni dari tahun 1746 sampai 1760.
Penobatan Tengku Ismail sebagai Sultan pengganti ayahandanya mengakibatkan terjadinya goncangan di kerajaan Siak. Penunjukan ini disengketakan oleh putera Tengku Alam yang bernama Tengku Muhammad Ali yang bertindak atas nama ayahandanya Tengku Alamuddin. Sangatlah adil kiranya Sultan Muhammad Mahmud setia kepada abangnya Tengku Alam yang masih hidup untuk sebagai penggantinya. Sedangkan Tengku Muhammad Ali Putera Tengku Alamuddin sangat setia kepada pamannya. Selama Sultan Muhammad Mahmud memimpin kerajaan Siak dan bertugas sebagai panglima perang.
Dengan adanya selisih paham ini, paman Tengku Ismail yang bernama Tengku Bungsu yang disebut juga Raja Ibrahim, secara diam-diam meminta bantuan Daeng Kamboja supaya dianya dapat menetap di Johor, serta meminta perlindungan kepada kompeni, tetapi Gubernur Belanda di Melaka tidak meresponnya dan tidak percaya kepada raja-raja Siak karena telah banyak membuat kompeni menjadi susah.
Namun kompeni Belanda merasa sangat beruntung dengan adanya sengketa antara Sultan Ismail dengan Tengku Muhammad Ali karena Belanda dapat menjalankan politik adu domba yaitu politik pecah belahnya. Hal ini telah lama dipersiapkan oleh kompeni Belanda semenjak Sultan Muhammad Mahmud masih memerintah. Sultan Muhammad Mahmud pada akhir hayatnya pernah memberikan wasiat kepada puteranya Sultan Ismail yang berisi sebagai berikut:
“Janganlah tunduk kepada Belanda yang kafir dan penjajah itu, dan jangan melakukan perang terhadap saudara apalagi dengan keluarga sendiri serta apabila pamanmu Raja Alamuddin kembali ke negeri Siak ini, serahkanlah tahta kerajaan Siak ini kepada pamanmu Raja Alamuddin.”
Dalam masa pemerintahan ayahandanya, Sultan Ismail sering mendapat perintah dari ayahandanya untuk memberi bantuan kepada para sahabat ayahnya yaitu Raja-raja Melayu, baik di kerajaan Johor maupun di kerajaan Terengganu. Pada masa itu hubungan kerjasama Sultan Muhammad Mahmud dengan kerajaan Johor dan dengan kerajaan Terengganu sering terjalin hubungan, walaupun politik pecah belah yang sering terjadi antara beliau dengan Daeng Kamboja, Sultan Sulaiman Johor Lingga dan terutama dengan kompeni Belanda dan abangnya sendiri Tengku Alamuddin.
Sebenarnya tidak banyak yang diperbuat Sultan ketiga ini dalam masa pemerintahannya yang singkat karena adanya cup detat dari pamannya yang bernama Raja Alam yang dihasut oleh Belanda ketika itu. Hanya saja dalam menjalankan pemerintahan, Sultan ini tetap berpegang pada pola pemerintahan ayahnya serta wasiat yang diamanahkan ayahnya yakni menyerahkan tahta kerajaan kepada pamannya Raja Alamuddin apabila pamannya kembali lagi ke Siak. Wasiat itulah yang dipatuhi Sultan Ismail dan ternyata baru saja ia memimpin kerajaan maka datanglah pamannya untuk mengambil alih kekuasaan. Hal ini dikarenakan berita wafatnya Sultan Mahmud Abdul Jalil Muzaffar Syah dan pengangkatan Sultan Ismail sebagai penggantinya tersiar sampai ke johor. Berita ini mengakibatkan Belanda mulai menjalankan politik adu dombanya yakni membujuk Raja Alamuddin untuk kembali ke Siak memegang tahta kerajaan. Usaha belanda ini berhasil sehingga Raja Alamuddin dan pasukan Belanda datang menyerang Siak.
Dalam sejarah Riau (1977) disebutkan bahwa ketika berita kedatangan Raja Alamuddin dengan pasukan Belanda sampai kepada Sultan Ismail di Siak, maka Sultanpun mempersiapkan pasukannya untuk menghadapi angkatan perang Belanda. Lalu terjadilah pertempuran yang dahsyat antara pahlawan-pahlawan Siak yang berjihad dengan tidak kenal menyerah dengan pasukan Belanda. Dalam pertempuran tersebut banyak pahlawan Siak yang gugur di Medan perang. Di saat pasukan Belanda hampir kalah, maka Belandapun melakukan tipu muslihatnya sekali lagi yakni dengan membujuk Raja Alamuddin untuk menulis surat  kepada Sultan Ismail agar menghentikan pertempuran dan berdamai. Akan halnya Sultan Ismail, setelah membaca surat dari pamannya, maka ianya menghentikan pasukannya berperang dan bersiap-siap untuk menyambut kedatangan pamannya seperti yang diamanahkan ayahandanya dan menyerahkan tahta kerajaan. Setelah itu Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah mengundurkan diri ke Pelalawan dan terus ke Langkat. Selanjutnya beginda melakukan pengembaraan dari satu daerah ke satu daerah termasuk juga meminta bantuan Belanda untuk mengambil kembali kerajaan yang pernah dipimpin nya dan nantinya baginda sempat juga memimpin kerajaan Siak setelah Sultan Muhammad Ali Mangkat.
Sementara di bagian lain, orang-orang Melayu di Riau-Lingga yang dipimpin oleh Datuk Bendahara Tun Hasan mengirim surat kepada Sultan Mansyur Terengganu dan kepada Sultan Ismail Siak untuk membantu Johor-Riau dalam menghalau orang-orang Bugis yang telah menguasai Johor-Riau dengan maksud menghilangkan kekuasaan orang Melayu di Johor-Riau. Sultan Mansyur Terengganu sudah mufakat dengan Sultan Ismail untuk membantu orang Melayu di Johor-Riau dan diadakan pertemuan di Terengganu sehingga Sultan Ismail datang beserta angkatan perangnya ke Terengganu untuk membincangkan strategi melawan Bugis di Johor-Riau. Setelah selesai bermufakat, maka Sultan Mansyur mempersilakan Sultan Ismail berangkat terlebih dahulu ke Johor, sedangkan angkatan perang Terengganu yang dipimpin Sultan Mansyur berjanji akan datang menyusul. Akan tetapi Sultan Terengganu mungkir janji sedangkan Sultan Ismail sudah sampai di Singapura. Sementara itu Sultan Mansyur tetap ditunggu kedatangannya oleh Sultan Ismail di Terengganu. Sultan Mansyur terlibat masalah dengan kerajaan Kelantan, sehingga Sultan Ismail terpaksa pulang balik dari Singapura ke Terengganu untuk membantu Sultan Mansyur menghadapi serangan kerajaan Kelantan. Dengan bantuan angkatan perang Sultan Ismail serangan serangan Kelantan dapat dipatahkan. Dikarenakan masalah ini terus berlarut-larut sedangkan Sultan Ismail lama tinggal di Terengganu beserta angkatan perangnya, maka pada tahun 1763 Sultan Ismail menyunting puteri Sultan Mansyur Syah yang bernama Tengku Tipah untuk dijadikan isteri.
Pada tahun 1764 angkatan perang Sultan Ismail berkumpul kembali di Singapura dan berperang dengan angkatan perang dengan angkatan perang Daeng Kamboja yang datang dari Riau. Sedangkan Sultan Mansyur Terengganu tidak mengirimkan pasukannya untuk membantu Sultan Ismail di Singapura. Peperangan antara Sultan Ismail dengan Daeng Kamboja usai dengan kekalahan Sultan Ismail dan kemudian Sultan Ismail berundur berlayar balik ke Siak. Bersama Isterinya Tengku Tipah membangun negeri Siak yang didampingi Tengku Muhammad Ali sebagai panglima perang.
Tengku Tipah datang ke Siak dengan membawa pengasuh dan dayang-dayang serta orang-orang perempuan yang pandai menenun. Semenjak itu mulailah Tengku Tipah mengenalkan tenun yang dibawanya dari Terengganu. Kemudian mengajar rakyat Siak bertenun sehingga orang-orang Siak menjadi pandai menenun. Pada waktu itu alat tenunnya sangat sederhana dan bernama alat tenun tumpu. Semenjak itulah masyarakat Siak menghasilkan tenun sehingga orang perempuan di Siak pandai menenun kain dan hasil tenunan itulah terkenal sampai sekarang ini. Sampai saat ini belum diketahui atau ditemukan dimana makam Tengku Tipah ini berada.

Setelah Sultan Ismail berlanglangbuana membantu saudara-saudaranya di negeri Terengganu, Siantan dan Singapura Johor, beliau kembali ke Siak Mempura bersama isterinya, kemudian beliau mangkat di Mempura saat Baginda sedang mengadakan sidang di Balairung Seri dengan gelar Marhum Mangkat di Balai. Tim penelitian Sejarah Terengganu dan Siak setelah mempelajari kuburan lama yang ada di Mempura, lebih kurang 200 meter letaknya di sebelah barat makam Sultan Muhammad Mahmud yang batu nisannya sama dengan batu nisan Almarhum ayahandanya Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah. Sultan Ismail dikenal juga dalam hikayat Siak disebut “Sultan Bertangan Kudung”. Kisah ini disampaikan dalam cerita rakyat orang Siak bahwa tangan beliau kudung karena dipancung oleh lawan musuhnya di dalam suatu peperangan.