SULTAN QASIM SATU

SULTAN KESEPULUH
SULTAN ASSAIDIS SYARIF KASIM
ABDUL JALIL SAIFUDDIN
(1864-1889)

            Setelah Sultan Ismail mangkat, maka Dewan Kerajaan mentabalkan saudara mudanya yang bernama Tengku Syarif Kesuma bin Sayid Muhammad sebagai Sultan Kerajaan Siak dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin. Sultan ini terkenal dengan sebutan Syarif Kasim I karena nantinya cucu keturunannya juga diberi nama yang sama dengan namanya dan kemudian juga menjadi pewaris kerajaan Siak.
            Syarif Kasim adalah putera ketiga Sayid Muhammad bin Sayid Ahmad Yang Dipertuan Besar dan ibunya Tengku Mandak binti Syarif Ali Sultan Siak yang ketujuh. Tengku Sayid Kasim mempunyai saudara atau adik beradik sebanyak 5 orang yaitu :
                  1.   Tengku Sayid Ismail, Sultan ke 9
                  2.   Tengku PuteraSayid Ahmad
                  3.   Tengku Syarif Kesuma Sayid Kasim, Sultan ke 10
                  4.   Tengku Endut Sayid Khalid
                  5.   Tengku Umar
            Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Ismail Abdul Jalil Saifuddin (sultan ke-9) Tengku Syarif Kasim diangkat menjadi panglima besar kerajaan Siak. Sedangkan abangnya Tengku Putera Sayid Ahmad sering bertentangan paham dengan Sultan Ismail (abang tertua) yang ditabalkan sebagai Sultan Siak yang ke Sembilan.
            Pada awalnya dewan kerajaan akan mengangkat Tengku Putera Sayid Ahmad (adik Sultan Ismail) untuk meneruskan pemerintahan kerajaan, namun dikarenakan sikap Tengku Putera Sayid Ahmad yang pada saat itu menjabat sebagai mangkubumi selalu bertentangan dengan aturan kerajaan Siak, maka Dewan kerajaan akhirnya mengangkat Syarif Kasim untuk meneruskan pemerintahan kerajaan Siak.
            Dalam upaya menyatukan perpecahan serta kemelut di dalam pemerintahan kerajaan, maka Sultan Syarif kasim I melakukan penertiban di kalangan istana dengan cara mengadakan musyawarah dengan Datuk Empat Suku. Hal ini dilakukan mengingat pengangkatan Syarif Kasim menjadi sultan Siak meskipun atas musyawarah dan mufakat Datuk Empat Suku, namun pemerintah Hindia Belanda ikut campur tangan dalam menetapkan siapa yang menjadi sultan, ikut campur Belanda di Kerajaan Siak semakin tajam. Belanda semakin berkuasa dalam pemerintahan dan istana kerajaan Siak. Apapun yang dilakukan sultan haruslah mendapatkan restu dari pihak Belanda. Tekanan dan keadaan seperti ini membuat sultan tidak membuat banyak sehingga tidak mempunyai inisiatif mengenai penyelenggaraan politik dan pemerintahannya. Apa yang dibuat selalu menjadi kecurigaan Belanda. Disini sudah kelihatan sifat Belanda yang ingin menguasai wilayah kerajaan menjadi wilayah jajahan Belanda. Oleh karena itulah Sultan Syarif Kasim mengarahkan pemerintahannya kepada perbaikan ekonomi rakyat dengan cara meningkatkan perdagangan dalam dan luar negeri. Di dalam negeri seperti membuat perkebunan kerajaan dan menganjurkan kepada rakyat membuat perkebunan getah dan menggali hasil-hasil hutan sebanyak mungkin dan hasilnya sebahagian dapat diserahkan kepada sultan yang disebut Pancung Alas dan pajak lawang. Demikian juga perdagangan berjalan lancar karena keamanan laut dapat terjaga dengan baik, perampokan agak berkurang, sehingga lalu lintas perdagangan di Pesisir Timur Sumatera menjadi damai dan banyaklah pedagang yang datang di wilayah Siak bahkan adanya orang-orang asing yang menetap ke negeri Siak seperti : orang Arab, Cina, India dan Bugis. Perkebunan merica dan lada berkembang, pelayaran sungai dan laut lancar dan aman, meskipun pemerintahan kerajaan Siak telah berada dalam bayangan kekuasaan Belanda yang semakin ketat dan mencekam.
            Melihat perkembangan ini semakin membaik, pemerintah Belanda melakukan konsolidasi di daerah pesisir timur pulau Sumatera, maka pemerintah Belanda membentuk keresidenan baru yang bernama keresidenan Sumatera Timur yang berkedudukan di Bengkalis. Maksud Belanda supaya mudah melakukan pengawasan barang-barang dagang yang datang dari sungai-sungai besar di Sumatera yaitu: sungai Siak, sungai Kampar, sungai Indragiri dan sungai Rokan.
            Pembentukan keresidenan Sumatera Timur ini berdasarkan surat keputusan dari Gubernur Belanda tanggal 15 Mei 1873. Wilayah kekuasaannya adalah kerajaan Siak dan sekitarnya dan wilayah kerajaan Riau di Tanjung Pinang dan kemudian wilayah Kepulauan Riau dibagi dua pada tahun 1873 separuh masuk keresiden Sumatera timur dan sebagian masuk keresiden Riau di Tanjung Pinang.
            Selain menata perdagangan dan lahan-lahan perkebunan yang dihidupkan kembali serta armada laut diaktifkan, sultan juga mendidik Puteranya Syarif Hasyim dalam bidang ekonomi dengan harapan kelak puteranya dapat memperbaiki perekonomian kerajaan yang sudah porak-poranda. Untuk pertahanan di dalam negeri, baginda mulai melatih rakyat dan melengkapi persenjataan dan gudang-gudangnya.
            Di dalam negeri, beliau mulai mendirikan sarana peribadatan seperti mesjid dan surau-surau termasuk pembangunan mesjid kerajaan tahun 1874 M yang diberi nama Mesjid Khairat Mansur. Setelah itu beliau juga membuat mahkota kerajaan sebagai lambang kerajaan Siak. Mahkota kerajaan Siak dibuat dari bahan emas murni dan bertaburkan permata intan berlian dan permata lainnya seperti batu zamrud dan batu delima. Kemudian juga membuat istana dipinggir sungai Siak yang terbuat dari bahan batu bata, keramik Cina, penuh dengan ukiran dan Kristal dan berlantai dua serta berpagar dengan besi berukir. Istana ini disebut Istana Lama, sempat dipakai oleh Sultan Hasyim dan kemudian Sultan Hasyim membuat istana baru yang bernama Istana Asserayatul Hasyimiah. Kemudian istana lama dipakai oleh kakanda Sultan Hasyim bernama Tengku Sulung Muda (Sayid Alwi). Putera ketiga dari Sultan Syarif Kasim I. Semasa Sultan Syarif Hasyim menjadi Sultan ianya ditetapkan sebagai wakil Sultan. Tengku Sulung Muda Sayid Alwi mangkat di Singapura. Jenazahnya dibawa ke Siak dengan mempergunakan kapal gulanggi dan dimakamkan di komplek pemakaman Koto Tinggi, diberi gelar Marhum Muda. Setelah ia wafat, istana tersebut ditempati oleh anandanya Tengku Besar Sayid Sagaf yang pada masa pemerintahan Sultan Syarif Kasim II ditetapkan sebagai regent kerajaan Siak.
            Selama menjalankan pemerintahan, Sultan Syarif Kasim dibantu oleh anak-anaknya yaitu :
                  1.         Tengku Muda (Sayid Hasan) diangkat sebagai wakil Sultan dengan surat keputusan No. C/I akte tanggal 8 November 1885.
            2.   Tengku Bagus (Sayid Toha) menguasai wilayah Pekanbaru.
                  3.         Tengku Sulung Muda (Sayid Alwi) menguasai wilayah Tanjung dan Pagarawan .
            4.   Tengku Ngah (Sayid Hasim) menguasai wilayah Bagan Siapi-api

            Menjelang kemangkatan Sultan Syarif Kasim terjadi peristiwa perebutan kekuasaan di dalam lingkungan istana, adapun residen Belanda mendapat khabar bahwa sultan dalam keadaan gering yang menghawatirkan. Pada tanggal 18 Oktober 1889 tuan residen Belanda datang ke Siak Sri Indrapura. Tengku Muda (Sayid Hasan) yang menemui residen Belanda karena ia menjabat sebagai wakil sultan lalu menjawab pertanyaan residen Belanda dengan mengatakan bahwa ayahandanya dalam keadaan gering. Besoknya pada tanggal 19 Oktober 1889 datang juru tulis residen Belanda yang meminta Tengku Muda menghadap residen Belanda besok harinya. Dikarenakkan sultan dalam keadaan sakit, maka Tengku Muda mengutus salah seorang Datuk Empat Suku untuk menyampaikan permohonan maaf kepada tuan konteleur. Kesempatan ini dipergunakan oleh Tengku Ngah Sayid Hasim yang merupakan putera keempat Sultan Syarif Kasim untuk mengatur taktik atau siasat kepada Datuk Empat Suku oleh Tengku Muda untuk menemui tuan Residen. Tengku Ngah menghasut Datuk Empat Suku supaya tidak menemui tuan konteleur pada malam itu dan disuruhnya menghadap pada esok siangnya dengan alasan bahwa telah puas membujuk Tengku Muda untuk menghadap akan tetapi Tengku Muda dan Tengku Bagus tidak mau menemui tuan residen. Setelah mendengar berita dari Datuk Empat Suku, maka tuan residen sangatlah marah kepada Tengku Muda dan langsung memberhentikannya dari jabatan wakil sultan. Peristiwa ini terjadi senin tanggal 21 Oktober 1889 bertepatan dengan mangkatnya Sultan Syarif Kasim. Kemarahan tuan residen kepada Tengku Muda dan Tengku Bagus berujung pada perintah penangkapan kepada kedua adik beradik itu dan akhirnya dipenjarakan di Benteng sampai pemakaman ayahandanya yang diselenggarakan pada tanggal 24 Oktober 1889.
            Setelah selesai pemakaman Sultan Syarif Kasim, maka pada tanggal 25 Oktober 1889 Tengku Muda dan Tengku Bagus dipindahkan ke Bengkalis dengan mempergunakan kapal Fa Kaf Nun dengan ketentuan dan perintah keduanya tidak boleh memasuki Siak untuk  selama-lamanya. Sampai di Bengkalis, Tengku Muda terus menuju Riau Lingga ke tempat Isterinya Tengku Bedah dan dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Tengku Zainah. Sedangkan Tengku Bagus terus menetap di Bengkalis dan membuka sebuah kampung yang diberi nama Damun yang mengandung arti darah Sultan. Sampai ianya wafat dan juga dimakamkan di daerah Damun tersebut.
            Sultan Syarif Kasim mempunyai beberapa anak yaitu :
              1. Dengan Permaisuri Tengku Ipah binti Tengku Endut.
                  - Tengku Muda Sayid Hasan
                  - Tengku Bagus (Sayid Toha)
                  - Tengku Puteri Anum (Syarifah Syifak)
                  - Tengku Erang (Syarifah Fadlun)
                  - Tengku Lung Anum (Syarifah Zubaidah)
                  - Tengku Gombeh (Syarifah Zaharah)
                  - Tengku Mahbungsu (Syarifah Maryam)
                  - Tengku Mas Intan (Syarifah Saidah)
            2.   Dengan Isteri Tengku Dalam dikaruniai putera dua orang :
                  - Tengku Sulung Muda (Sayid Alwi)
                  - Tengku Ngah (Sayid Hasyim)


            Setelah memegang pucuk pimpinan kerajaan Siak selama dua puluh lima tahun, maka pada tahun 1889 beliau wafat dan digelari dengan marhum Mahkota, karena sultan Kasim membuat mahkota kerajaan Siak pertama, terbuat dari emas dan ditata dengan batu permata dan intan sebanyak 600 butir. Dan sekarang tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Baginda dimakamkan di Komplek pemakaman Koto Tinggi di Siak Sri Indrapura.